Pagi tadi tepat pukul 05.30 WIB
Entah bermuara dari mana sepagi
ini grup BBM keluarga sudah rame dengan masalah perjodohan yang ditujukan untuk
saya. Saya yang merasa tidak pernah ada perbincangan apapun mengenai itu dengan
wali saya Bapak, Ummi, Kakak atau bahkan dengan siapapun merasa gerah, kondisi
badan yang sedang kurang baik karena sudah beberapa hari ini pekerjaan memaksa
saya untuk lembur serta tamu bulanan yang datang bertepatan membuat volume
emosi saya sedikit error pengaturannya (alibi, padahal selalu sensitive kalo
ngomongin masalah perjodohan) walhasil saya terpancing, dan sepagi ini sudah
memarahi 2 adik sepupu.
Masalah jodoh memang sudah diatur
oleh Allah, dan saya mengimani perihal diperintahkanNya untuk berusaha, Berdo’a
serta memantaskan diri sebab “ … wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki
yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)”
(QS. An-Nuur : 26)
Perjodohan biasanya menjadi hal
yang wajar terjadi di kalangan pesantren tradisional, terutama di kampung saya.
Kata mereka, tujuannya agar menjaga Nasab atau garis keturunan, sebab mereka
sudah mengenal betul tentang bagaimana Agamanya, hingga bibit, bebet dan
bobotnya. contohnya Kakek dengan Nenek, Paman dengan Bibi, kakak dengan kakak
ipar saya, meraka adalah hasil dari perjodohan yang tentu sudah terencana
dengan matang sejak dini. Tapi menurut saya, perjodohan yang direncanakan tidak
selalu harus benar-benar terjadi sesuai dengan kehendak, sebab kita hanya
manusia. Jika memang sudah Allah jodohkan maka kedua hati akan ditautkan dan segala
prosesnya dimudahkan, tapi jika memang Allah takdirkan tidak berjodoh
seharusnya kita tidak memaksakan, sebab kita hanya manusia yang cukup sampai di
tahap berusaha dan berdoa, memutuskan siapa jodoh kita adalah bagian Allah.
Pagi itu, diperjalanan menuju
kantor satu pesan di HP saya terima, dari teman kantor, rutinitas pagi hari untuk memberikan semangat dan mengingatkan dalam hal kebaikan masih istiqomah beliau jalankan, kurang lebih begini isinya :
“kesempurnaan
manusia terletak pada usaha untuk terus menerus memperbaiki diri hingga
kematiannya. Saat kita diuji itu adalah ladang/kesempatan yang Allah berikan untuk
bagaimana seharusnya kita bersikap. BERSABARLAH, sebab “apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan “
kami telah beriman” sedang mereka tidak diuji? “ (QS. Al-Ankabut: 2)”
Ah benar-benar menohok,
Astaghfirullah, semoga Allah mengampuni dan adik sepupu memaafkan, tidak
sepantasnya saya begitu, semoga Allah selalu menjaga. Begitulah indahnya
persahabatan karena Allah, saling mengingatkan dalam hal kebaikan. terimakasih Pak... Jazakallah
Khoiron Katsiron.